Ujian Terstandar dan Implikasinya terhadap Kurikulum, Guru, dan Siswa

Senin, 4 November 2024 | 09:33 WIB
Sejumlah siswa SMA Negeri 4 Medan mengerjakan soal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama, di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/4/2019). Hingga menjelang malam para siswa di sekolah tersebut terus mengerjakan ujian soal Bahasa Indonesia karena jaringan komputer terserang virus, sementara sedikitnya 200 siswa lainnya tidak dapat mengikuti ujian. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI) Sejumlah siswa SMA Negeri 4 Medan mengerjakan soal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama, di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/4/2019). Hingga menjelang malam para siswa di sekolah tersebut terus mengerjakan ujian soal Bahasa Indonesia karena jaringan komputer terserang virus, sementara sedikitnya 200 siswa lainnya tidak dapat mengikuti ujian.

Layanan pendidikan akhirnya cenderung menjadi elitis karena hanya memenuhi kebutuhan siswa-siswa kaya dan kurang berpihak pada siswa-siswa miskin.

Melebarnya kesenjangan antarsiswa sebagai akibat ujian terstandar juga terjadi karena jenis ujian tersebut biasanya tidak merefleksikan nilai-nilai yang dianut dan berkembang dalam masyarakat dan sering kali bias secara budaya.

Studi yang dilakukan Roberts (2007) menemukan banyak pertanyaan dalam ujian terstandar tidak berkaitan dengan kehidupan nyata siswa, tidak mencerminkan keanekaragaman budaya dan geografis serta kondisi nyata siswa dan lingkungan di mana mereka tinggal.

Chomsky and Robichaud (2014) menunjukkan bagaimana pertanyaan-pertanyaan yang bias secara budaya (culturally biased questions) dalam ujian terstandar berdampak pada siswa.

Pada suatu ujian Science, siswa diminta untuk memilih dari beberapa opsi, yaitu celedri, jeruk, labu, dan apel yang bukan buah-buahan dengan mengidentifikasi pilihan-pilihan yang tidak mengandung benih atau biji.

Siswa yang sudah mengenal dan terbiasa dengan opsi-opsi tersebut dengan mudah memilih celedri. Namun, bagi siswa yang tidak familiar dengan celedri karena orangtua mereka tidak pernah membeli jenis sayuran tersebut kesulitan menjawab pertanyaan dengan benar.

Hal ini dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang cenderung lebih mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan kelompok mayoritas dan tidak peka terhadap aspirasi kaum minoritas.

Asesmen instrumen perbaikan proses pembelajaran

Menjadi jelas bahwa high-stakes standardized testing berpotensi mengkerdilkan kurikulum, menimbulkan tekanan dan kecemasan bagi guru dan siswa, serta berdampak pada marginalisasi dan melebarnya ketimpangan atau gap antarsiswa dari latar belakang yang berbeda.

Namun demikian, untuk pemetaan kualitas pendidikan terutama kompetensi-kompetensi esensial yang dibutuhkan siswa dalam kehidupan sehari-hari serta kebutuhan data dan informasi dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan, ujian terstandar masih tetap dibutuhkan.

Namun, ujian terstandar yang bersifat punitive, baik bagi siswa, guru maupun sekolah seperti Ujian Nasional (UN) sudah tepat ditinggalkan.

Halaman:
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar di artikel ini! *S&K berlaku
Komentar
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar dibawah ini! *S&K berlaku
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.