Pengkerdilan kurikulum juga berimbas pada berkurangnya waktu untuk pembelajaran regular karena sebagian jam pelajaran dialokasikan untuk kegiatan mempersiapkan siswa agar berhasil dalam ujian terstandar (teaching for the test).
Proses pembelajaran akhirnya berubah menjadi kursus latihan mengerjakan soal. Di era UN, misalnya, dua sampai tiga bulan sebelum UN, para siswa dibimbing dan dilatih mengerjakan soal-soal UN beserta strategi dan tips agar sukses dalam UN.
Munculnya kecemasan dan tekanan psikologis bagi guru dan siswa di sekolah juga menjadi dampak lain dari ujian terstandar. Para guru mendapat tugas tambahan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian terstandar, yang tentu menambah beban pekerjaan mereka.
Selain itu, guru dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap hasil ujian siswa sehingga merekalah pihak pertama yang akan disalahkan jika siswa gagal dalam ujian tersebut.
Survei yang dilakukan oleh Abrams, Pedulla & Madus (2003) di Amerika menemukan 80 persen pengajar mata pelajaran yang berhubungan dengan materi standardized test mengalami tingkat stres tinggi karena tuntutan sekolah dan distrik untuk meningkatkan nilai ujian siswa.
Tekanan yang dirasakan guru juga terjadi karena mereka harus mengubah teknik dan strategi mengajar untuk menyesuaikan dengan tuntutan standardized testing.
Beban dan tekanan psikologis mereka bertambah ketika mereka harus mendapatkan hukuman sebagai konsekuensi kegagalan siswa dalam ujian terstandar.
Di Amerika, sejumlah distrik menggunakan hasil ujian terstandar untuk merekrut dan mengevaluasi kinerja guru, bahkan memberhentikan guru (Russel, 2005).
Beban dan tekanan psikologis juga dialami para siswa akibat ujian terstandar. Pertama, mengategorikan siswa berdasarkan hasil ujian dapat menimbulkan stigma negatif bagi para siswa. Hal ini terutama dialami siswa yang mendapatkan nilai ujian rendah.
Seperti dijelaskan Butler (2003), siswa cenderung membuat perbandingan hasil ujian dengan teman-temannya. Hal itu tentu berdampak negatif terhadap siswa dari kelompok minoritas atau kelas ekonomi rendah, yang karena berbagai keterbatasan mendapat nilai lebih rendah dibanding teman-teman mereka yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke atas.