Ujian Terstandar dan Implikasinya terhadap Kurikulum, Guru, dan Siswa

Senin, 4 November 2024 | 09:33 WIB
Sejumlah siswa SMA Negeri 4 Medan mengerjakan soal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama, di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/4/2019). Hingga menjelang malam para siswa di sekolah tersebut terus mengerjakan ujian soal Bahasa Indonesia karena jaringan komputer terserang virus, sementara sedikitnya 200 siswa lainnya tidak dapat mengikuti ujian. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI) Sejumlah siswa SMA Negeri 4 Medan mengerjakan soal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama, di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/4/2019). Hingga menjelang malam para siswa di sekolah tersebut terus mengerjakan ujian soal Bahasa Indonesia karena jaringan komputer terserang virus, sementara sedikitnya 200 siswa lainnya tidak dapat mengikuti ujian.

Hal ini akan berdampak pada meningkatnya stres dan beban psikologis bagi siswa yang dapat melemahkan motivasi belajar dan berimbas pada meningkatnya jumlah siswa drop out di sekolah.

Kedua, ekspektasi orangtua yang terlalu tinggi terhadap anak-anaknya dan sistem pendidikan dengan standar kelulusan yang tinggi juga menambah beban dan tekanan bagi siswa (Fulton, 2016).

Mereka dihantui perasaan takut dan cemas bahwa kegagalan mereka dalam ujian terstandar akan berdampak negatif bagi masa depan mereka.

Menguatnya marginalisasi siswa dari latar belakang ekonomi dan sosial rendah juga potensial terjadi akibat ujian terstandar.

Anak-anak yang hidup dalam kondisi kemiskinan cenderung mendapat nilai ujian yang lebih rendah dibandingkan teman-teman mereka yang berasal keluarga ekonomi menengah ke atas.

Mereka akhirnya dipersepsikan sebagai generasi muda yang tidak punya masa depan cerah.

Kesenjangan melebar antarsiswa

Ujian terstandar juga dapat memperlebar kesenjangan antarsiswa. Penerapan metode pengajaran seragam (one size fits all method) untuk menyiapkan siswa menghadapi ujian terstandar tidak dapat mengakomodasi keragaman kebutuhan siswa yang berasal dari latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya yang berbeda serta minat dan kebutuhan beragam.

Di Australia, misalnya, pendekatan pembelajaran yang seragam tidak berpihak pada kebutuhan siswa dari kelompok minoritas seperti Aborigine, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, siswa imigran yang bukan penutur Bahasa Inggris, serta anak-anak dari keluarga kelas ekonomi bawah karena kelompok anak-anak tersebut biasanya mendapatkan hasil ujian lebih rendah dari kebanyakan siswa lainnya (Lange & Meaney, 2011).

Dalam penerapannya ujian terstandar sering kali tidak mempertimbangkan perbedaan kondisi obyektif siswa yang berasal dari latar belakang beragam secara ekonomi, sosial, budaya, kondisi siswa berkebutuhan khusus, ketimpangan infrastruktur, fasilitas pendidikan serta kualitas guru.

Kondisi ini diperburuk dengan kehadiran progam bimbingan belajar dan kursus yang hanya dapat diakses oleh siswa dari keluarga menengah ke atas.

Halaman:
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar di artikel ini! *S&K berlaku
Komentar
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar dibawah ini! *S&K berlaku
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.