Ujian Terstandar dan Implikasinya terhadap Kurikulum, Guru, dan Siswa

Senin, 4 November 2024 | 09:33 WIB
Sejumlah siswa SMA Negeri 4 Medan mengerjakan soal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama, di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/4/2019). Hingga menjelang malam para siswa di sekolah tersebut terus mengerjakan ujian soal Bahasa Indonesia karena jaringan komputer terserang virus, sementara sedikitnya 200 siswa lainnya tidak dapat mengikuti ujian. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI) Sejumlah siswa SMA Negeri 4 Medan mengerjakan soal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama, di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/4/2019). Hingga menjelang malam para siswa di sekolah tersebut terus mengerjakan ujian soal Bahasa Indonesia karena jaringan komputer terserang virus, sementara sedikitnya 200 siswa lainnya tidak dapat mengikuti ujian.

BEBERAPA saat setelah pelantikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru, pro dan kontra tentang pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) ramai didiskusikan.

UN secara resmi dihentikan sejak 2021. Sebagai penggantinya, evaluasi kinerja pendidikan secara nasional dilakukan melalui Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang salah satu instrumennya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM dilaksanakan untuk menilai kompetensi literasi dan numerasi siswa.

Di sejumlah negara seperti Australia, ujian berbasis literasi dan numerasi sudah lama diberlakukan meskipun pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut masih saja bergulir.

Karena terstandar, jenis ujian seperti ini biasa disebut ujian terstandar atau standardized testing.

Dalam implementasinya, terdapat dua jenis standardized testing, yaitu high-stakes dan non-high-stakes standardized testing.

Ujian terstandar tersebut bisa berskala nasional (nation-wide standardized testing) seperti Ujian Nasional (UN) di Indonesia dan internasional seperti Program for International Student Assessment (PISA).

High-stakes standardized testing adalah jenis asesmen atau ujian yang bertujuan membuat keputusan terkait siswa, guru, dan sekolah atau distrik dan menentukan konsekuensi berupa hukuman, penghargaan atau kompensasi berdasarkan hasil ujian tersebut (The Glossary of Education Reform, 2014).

Di sejumlah negara dan di beberapa negara bagian di Amerika, konsekuensi bisa bersifat punitive atau menghukum. Hasil ujian tersebut dapat menentukan kelulusan siswa, karier guru dan kepala sekolah, keberlangsungan sekolah, dan alokasi dana yang diterima sekolah dari pemerintah.

Di Indonesia, Ujian Nasional (UN) juga masuk dalam kategori high-stakes standardized testing karena hasil ujian tersebut menjadi salah satu komponen penentu kelulusan siswa.

Sedangkan non-high-stakes standardized testing tidak berimplikasi hukuman bagi siswa, guru dan sekolah. Data hasil ujian hanya digunakan untuk melakukan pemetaan kualitas pendidikan dalam rangka melakukan intervensi dan menyusun kebijakan pendidikan.

Salah satu contohnya adalah National Assessment Program-Literacy and Numeracy (NAPLAN) di Australia yang diberlakukan untuk siswa kelas 3, 5, 7, dan 9.

Halaman:
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar di artikel ini! *S&K berlaku
Komentar
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar dibawah ini! *S&K berlaku
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.