" Siswa yang di desa dan siswa di kota tentu punya persiapan yang berbeda. Antara siswa yang miskin dan kaya, satunya mampu ikut bimbel bayar mahal sedangkan satu lagi belajar ala kadarnya, ada kesenjangan," jelas guru pembicara tim kontra.
Melihat sistem penilaian UN yang dianggap tidak menyeluruh,tim pro menawarkan bentuk UN baru yang lebih komprehensif dan menyasar banyak kemampuan siswa.
"Masih dalam bentuk tertulis seperti sebelumnya, tapi ada tambahan nilai internal dalam bentuk portofolio dan proyek siswa. Kemampuan berpikir kritis dan tingkat tinggi siswa juga dapat dinilai melalui esai," jelas tim pro.
Pihak pro mengklaim bentuk baru ini memastikan tidak hanya kompetensi kognitif yang disasar, tetapi juga banyak aspek seperti karakter dan sosial.
Menanggapi bentuk baru tersebut, tim kontra menganggap tim pro setuju dengan penghapusan UN.
"Oleh Kemdikbud sudah direalisasikan, yaitu melalui asesmen nasional yang menawarkan banyak proyek dan penilaian asertif," sanggah salah satu pembicara tim pro.
Tak hanya itu, melalui asesmen nasional, para guru dan sekolah berfokus pada kemampuan dan kebutuhan jangka panjang siswa.
Kecerdasan siswa yang berbeda-beda berpeluang untuk semakin dikembangkan dengan asesmen nasional, dan akan menjadi kemampuan yang dapat selalu terpakai di masa depan dibandingkan nilai UN yang hanya sekadar angka.
"Yang diharapkan dari peserta didik tahun berikutnya adalah pendidik yang merupakan pelajar sepanjang hayat. Gimana kalau melalui UN begitu ya anak cuma dinilai secara angka," pungkas pembicara 3 tim kontra.
Baca juga: FSGI Tolak Ujian Nasional atau UN Diterapkan Kembali