"Hal ini terbukti dari banyaknya kasus bunuh diri pada siswa setelah tahu nilai UN mereka dan gagal masuk ke sekolah favorit," ujar salah satu pembicara tim kontra.
Lebih lanjut tim pro mengatakan bahwa UN merupakan salah satu upaya peningkatan standar pendidikan Indonesia.
Dengan adanya standarisasi pendidikan, maka sekolah dan guru pun akan turut berlomba-lomba untuk memperbaiki kualitas pendidikan agar dapat mencapai standar yang telah ditentukan di nasional.
Melalui pengadaan UN, pihak pro menilai adanya upaya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Ketika sekolah berlomba-lomba, disana ada upaya pemerataan kualitas pendidikan. Tanpa UN, ada indikasi menurunnya kualitas pendidikan," jelas pihak pro.
Menolak anggapan pihak pro, pembicara 1 tim kontra menyatakan bahwa UN tidak bisa menjadi standar untuk mengukur kemampuan peserta didik.
UN dianggap tidak mengukur keterampilan siswa secara holistik karena hanya terbatas pada aspek kognitif saja. Dalam belajar mempersiapkan UN, siswa hanya mengingat materi-materi yang akan diujikan tanpa ada tantangan untuk menguraikan ide kreatif siswa.
"Howard Gardner mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, menciptakan produk, dan menawarkan layanan. Kalau hanya terbatas pada ujian tertulis, artinya guru mengabaikan kemampuan dan kecerdasan siswa di bidang lainnya," tegas pembicara 1 tim kontra.
Baca juga: Mendikti: Alumni LPDP di Luar Negeri Tak Harus Pulang ke Indonesia
Beberapa waktu lalu sempat ramai kabar mengenai beberapa universitas Belanda yang tidak lagi langsung menerima mahasiswa Indonesia akibat tidak adanya UN sebagai standar pendidikan Indonesia.
Tanpa UN, tim pro melihat adanya penurunan nilai ijazah sekolah Indonesia di mata internasional.