Cerita Zaki, Mahasiswa Indonesia Bisa Tembus Magang di Lembaga Penelitian PBB Swiss

Jumat, 28 November 2025 | 10:39 WIB
Zaki Maharani, Lulusan S2 Seoul National University Tembus Magang di UN (Davina Keisha) Zaki Maharani, Lulusan S2 Seoul National University Tembus Magang di UN

KOMPAS.com - Tidak banyak anak muda Indonesia yang berhasil menembus sistem rekrutmen magang di Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB). Namun, Zaki Maharani berhasil mematahkan stereotip sulitnya masuk lembaga internasional itu.

Penerima Hyundai CMK Global Scholarship di Seoul National University ( SNU) tersebut kini menjalani program magang di United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD), Jenewa, Swiss.

Perjalanan itu ia sebut sebagai momentum penting untuk mengubah jalur karier dari desain ke dunia penelitian dan kebijakan publik.

Baca juga: Ubah Kendala Bahasa Jadi Peluang Bisnis, Ini Kisah Inspiratif Pendiri China Go Saat Kuliah di China

Zaki menjelaskan bahwa peluang magang di PBB merupakan bagian dari program beasiswa yang ia terima dari Hyundai melalui Advance Programme on Human Rights and Sustainable Development (APOHS).

“Mereka punya banyak sekali program, dan salah satunya kerjasama dengan tempat magangku sekarang, yaitu UNRISD. Kebetulan saat aku daftar fellowship-nya diterima, dan paket beasiswanya memang sudah termasuk magang tiga bulan di UN,” ujarnya saat wawancara bersama KOMPAS.com, Kamis (20/11/2025).

Meski demikian, proses pendaftarannya tetap dilakukan secara mandiri. Beasiswa Hyundai bertindak sebagai sponsor biaya hidup selama masa magang.

“Daftarnya tetap mandiri, tapi karena butuh sponsor, Hyundai membantu membiayai hidup selama tiga bulan di Swiss. Jujur saja, biaya hidup di sini mahal sekali, jadi tanpa sponsor rasanya hampir tidak mungkin,” katanya.

Baca juga: Kisah Armaya Doremi, Dulu Tak Bisa Bahasa Inggris, Bisa Jadi Lulusan S2 Terbaik Northeastern University AS

Resiliensi Jadi Kunci Menembus PBB

Menurut Zaki, tidak ada formula pasti untuk bisa diterima magang di lembaga internasional.

Ia menyebut faktor ketekunan dan daya tahan menghadapi penolakan sebagai hal yang membuka jalannya hingga akhirnya diterima.

“Kita sebenarnya tidak pernah tahu alasan apa yang membuat kita diterima. Menurutku pribadi, kuncinya lebih ke resiliensi. Aku sudah terbiasa menerima banyak penolakan,” ungkapnya.

Ia mengaku melamar ke beberapa agensi dan badan PBB, bukan hanya satu.

“Aku daftar ke empat atau lima lembaga. Yang diterima hanya satu. Jadi menurutku kita harus tetap mencoba, bahkan setelah banyak penolakan,” ujarnya.

Baca juga: Cerita Fazhaliani, Wakili Indonesia ke YSEALI Academic Fellowship 2025

Mengubah Arah Karier: Dari Desainer ke Peneliti Kebijakan

Pengalaman magang di PBB menjadi titik balik bagi Zaki yang sebelumnya bekerja selama lebih dari dua tahun di bidang desain.

Ia mengaku menemukan kembali, spark atau semangat bekerja, di ranah penelitian dan kebijakan.

“Sebelumnya aku tetap merasa ada yang kurang saat bekerja sebagai desainer. Aku ingin mencoba hal baru. Sewaktu mulai magang di UN, aku menemukan lagi rasa senang yang sudah lama hilang,” katanya.

Zaki menambahkan bahwa sebagian besar pekerjaannya di PBB berkaitan dengan riset.

Baca juga: Cerita Sondos, Warga Palestina Lulus S2 Cumlaude di Kampus Muhammadiyah

Biaya Hidup Tinggi di Swiss, Disiasati dengan Masak Sendiri

Swiss dikenal sebagai salah satu negara dengan biaya hidup paling tinggi di dunia.

Zaki mengakui bahwa dana yang diberikan Hyundai sangat membantu, meski tetap harus dikelola dengan ketat.

“Hyundai memberikan sekitar 3,5 juta won atau setara Rp 40 juta rupiah. Tapi karena kurs franc Swiss mahal, jumlah itu di sini jadi sekitar 1.900 franc,” jelasnya.

Sementara itu, biaya sewa kamar saja sudah menghabiskan hampir setengah anggaran.

“Harga sewa sekitar 900 franc atau Rp 18 juta rupiah. Makanan juga sangat mahal. Jadi aku memasak hampir setiap hari dan hampir tidak pernah makan di luar,” katanya.

Ia mengaku makan di luar hanya sekitar sekali seminggu, bahkan tanpa membeli kopi atau camilan.

Baca juga: Kisah Inspiratif Alumnus James Cook University, dari Pendidikan Bisnis ke Puncak Karier Industri Ekspor

Kompetensi yang Harus Dimiliki Anak Muda Indonesia untuk Bersaing Global

Menurut Zaki, ada dua kemampuan utama yang harus dimiliki generasi muda Indonesia agar bisa bersaing dalam beasiswa, magang, maupun pekerjaan global, yaitu critical thinking dan komunikasi efektif.

“Bangun pemikiran kritis dan kemampuan komunikasi. Itu dipakai di mana-mana, terutama untuk beasiswa dan organisasi internasional,” jelasnya.

Ia juga mendorong anak muda belajar bahasa asing, memahami isu global, dan mengurangi konsumsi media sosial yang tidak produktif.

“Jangan banyak main media sosial yang tidak penting. Perluas wawasan, ikuti isu ekonomi, budaya, politik global. Itu jembatan untuk berkomunikasi dengan orang dari berbagai negara,” katanya.

Menurut Zaki, kesempatan seperti beasiswa dan magang internasional sangat terbuka bagi mahasiswa Indonesia, asalkan berani mencoba dan tidak berhenti ketika menghadapi kegagalan.

“Kita tidak pernah tahu peluang mana yang akan terbuka. Yang penting terus mencoba, resiliensi itu penting sekali,” tutupnya.

Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar di artikel ini! *S&K berlaku
Komentar
Dapatkan Smartphone dan Voucher Belanja dengan #JernihBerkomentar dibawah ini! *S&K berlaku
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.