YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Kerja keras, berjuang dan berdoa, inilah yang dilakukan oleh Muhammad Rifky Wicaksono.
Di usia yang masih muda, dosen Fakultas Hukum (FH) UGM ini diwisuda dari program Master of Laws Harvard University dan mendapat dua penghargaan sekaligus karena nilainya yang tinggi.
Apa yang diraih oleh Muhammad Rifky Wicaksono ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Di balik pencapaian akademisnya saat ini ada kisah kegagalan saat menempuh studi. Muhammad Rifky Wicaksono saat masih SMA sempat gagal dalam Ujian Nasional.
Baca juga: Pokja Genetik UGM: Covid-19 Varian Delta di Kudus Lebih Menular dan Pengaruhi Respons Imun
Rifky menceritakan saat itu terlalu terlena menyiapkan diri mengikuti lomba debat internasional sehingga lengah untuk mempersiapkan Ujian Nasional.
" Gagal UN waktu itu menjadi salah satu titik balik kehidupan saya," ujar Muhammad Rifky Wicaksono dalam keterangan tertulis Humas UGM, Senin (14/06/2021).
Peristiwa tidak mengenakkan tersebut tidak lantas membuat Rifky terlarut dalam keterpurukan.
Pria kelahiran Yogyakarta 28 tahun silam ini menjadikan kegagalan tersebut sebagai pelajaran berharga dalam hidupnya.
"Saya belajar bahwa kesuksesan tidak bisa instan dan hanya mengandalkan bakat perjuangan kita saat menjalani proses itu ternyata lebih penting," ungkapnya.
Baca juga: UGM Terima 2.925 Mahasiswa Baru Jalur SBMPTN, Ini Link Pengumuman dan Jadwal Daftar Ulang
Rifky menyadari, ketidaklulusannya dalam ujian nasional SMA menjadi peringatan dari Tuhan dalam memaknai arti kesuksesan.
Bakat dan kecerdasan saja tidaklah cukup untuk menghantarkan pada kesuksesan.
"Bakat dan kecerdasan tidak cukup menjadikan seseorang sukses kalau tidak diasah. Tetap harus berjuang, bekerja keras, dan berdoa," tuturnya.
Tak ingin mengulang kesalahan serupa, Rifky kemudian berjuang dan bekerja lebih keras. Alhasil, ia bisa masuk FH UGM pada tahun 2010.
Selama menjalani studi di FH UGM ia pun berhasil meraih penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi FH UGM 2012.
Selain itu, bersama dengan tim mahasiswa FH UGM ia berhasil menjadi juara nasional dan kemudian mewakili Indonesia pada lomba peradilan semu Phillip C Jessup International Law Moot Court Competition.
Ia pun berhasil lulus dari FH UGM pada tahun 2014 dengan IPK yang nyaris sempurna yaitu 3,95.
Usai lulus ia diterima bekerja di firma hukum ternama di tanah air yakni Assegaf Hamzah and Partners.
Setelah bekerja selama satu tahun, Rifky memutuskan untuk kembali mengabdikan diri di almamaternya menjadi asisten dosen.
Mewujudkan mimpi masa kecil, kuliah di kampus top dunia
Rifky mempunyai mimpi untuk bisa kuliah di kampus top dunia. Melalui kerja keras dan perjuangan yang tidak mudah, mimpi itu pun menjadi kenyataan.
Berawal pada tahun 2016, Rifky mencoba peruntungan mengikuti seleksi beasiswa Jardine Foundation. Ia pun berhasil studi S2 di University of Oxford.
Pria kelahiran Yogyakarta 28 tahun silam ini menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar Magister Juris dari University of Oxford pada 2017.
Di kampus tersebut ia juga mengharumkan nama bangsa dengan meraih penghargaan Distinction yang merupakan predikat akademik tertinggi untuk studi master hukumnya.
Selepas lulus dari Oxford ia menjadi dosen tetap di FH UGM.
Pada 2020, Rifky memutuskan untuk kembali memperdalam ilmu dengan mendaftar S2 ke Harvard.
Jalan untuk menembus Harvard tidaklah mudah, begitupun memperoleh beasiswa.
Umumnya bantuan beasiswa hanya diberikan bagi mereka yang belum pernah mengambil studi S2.
Namun kondisi tersebut tidak mematahkan asa Rifky untuk terus berusaha hingga akhirnya, berhasil memperoleh beasiswa pendidikan dari Harvard.
"Akhirnya saya bisa kuliah dan lulus dari Harvard, tapi belum pernah menginjakkan kaki di sana. Gelarnya dari Harvard, tetapi kuliah dari rumah di Maguwoharjo Sleman," ucapnya sembari tertawa.
Baca juga: Sejarawan UGM: Suku Kalang Jawa Diduga Satu Ras dengan Dani dan Asmat di Papua
Situasi saat itu memang pandemi Covdi-19. Kondisi tersebut memaksa sebagian besar kampus di dunia menutup kuliah tatap muka dan diganti secara daring, termasuk Harvard.
Diakuinya ada tantangan tersendiri melakukan perkuliahan secara daring terutama yang terberat adalah perbedaan waktu yang cukup besar antara Indonesia dengan Amerika sekitar 11-12 jam. Sehingga harus mengubah pola tidurnya.
Beban kuliah di Harvard, lanjutnya, juga cukup tinggi. Bacaan wajib mahasiswa setiap minggunya sekitar 300-400 halaman.
"Misal kalau ada jadwal kuliah pagi jam 10, di sini waktunya jam 9 malam dan kalau kuliah sore jam 5 ya di sini jam 4 pagi. Ini tantangan yang luar biasa karena harus bergelut dengan perbedaan waktu yang mengubah drastis pola kerja dan tidur," urainya.
Lulus dari Harvard University meraih dua penghargaan
Muhammad Rifky Wicaksono belum lama ini diwisuda dari program master hukum Harvard University. Semua tantangan yang Ia hadapi dengan kerja keras akhirnya membuahkan hasil.
"Alhamdulillah, sangat bersyukur bisa menyelesaikan studi dalam waktu 10 bulan dan wisuda kemarin Mei," tandasnya.
Tak hanya itu, putera tunggal pasangan Nur Iswanto dan Rukmowati Brotodjojo, ini lulus dengan mengantongi dua penghargaan Dean’s Scholar Prize.
Penghargaan ini diberikan karena Rifky mendapatkan nilai tertinggi untuk dua mata kuliah, yaitu Mediation dan International Commercial Arbitration.
Ia juga mendapatkan predikat Honors untuk tesisnya yang merumuskan theory of harm baru untuk hukum persaingan usaha Indonesia dalam menganalisis merger di pasar digital.
Tahun ini Rifky, menjadi satu-satunya orang Indonesia yang lulus dari program Master of Laws Harvard Law School yang dikenal sebagai almamater mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.
Baca juga: Pasien Covid-19 di Sleman Memburuk secara Cepat, UGM Pastikan Bukan Varian Baru
Kini ia telah menyimpan surat penerimaan di program S3 Hukum di University of Oxford untuk meneliti lebih jauh tentang penerapan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital dan dampak ekosistem digital terhadap persaingan.
Dia akan memulai perkuliahaan pada bulan September 2021 mendatang.
Setelah menyelesaikan pendidikan doktoralnya, ia berharap dapat berkontribusi terhadap pembaruan hukum persaingan usaha di Indonesia.
Rifky berpesan kepada generasi muda untuk berani bermimpi dan tidak takut menghadapi kegagalan. Sebab dari kegagalan justru bisa banyak belajar menjadi lebih baik.
"Kegagalan bukan musuh kita. Musuh sebenarnya adalah ketakutan atas kegagalan karena ketakutan itu yang membuat kita takut bermimpi. Maka beranilah bermimpi sebab kemajuan bangsa kita bergantung pada orang-orang dengan mimpi besar dan rela jatuh bangun untuk mewujudkan mimpi mereka," jelasnya.